Sidikutama.my.id | Jatim 23 September 2025 - Dalam menjalani rutinitas yang padat, banyak orang mencari jawaban tentang bagaimana meraih ketenangan hati dan menumbuhkan rasa syukur dalam kehidupan keseharian. Fenomena ini kini menjadi perhatian serius para pakar psikologi, tokoh agama, dan pemerhati gaya hidup sehat.
Ketenangan hati adalah kondisi di mana seseorang mampu menerima keadaan dengan lapang dada tanpa diliputi rasa cemas berlebihan. Sementara itu, rasa syukur merupakan sikap menerima dan menghargai segala nikmat, sekecil apa pun itu, yang hadir dalam hidup.
Mengapa isu ini penting? Karena banyak penelitian menunjukkan bahwa ketenangan hati dan rasa syukur mampu meningkatkan kualitas hidup, memperkuat hubungan sosial, hingga menurunkan risiko stres. Dengan kata lain, keduanya merupakan fondasi kehidupan yang lebih bahagia.
Siapa saja yang berperan dalam menyebarkan pesan ketenangan dan syukur? Tidak hanya para ahli, tetapi juga tokoh masyarakat, hingga lembaga pendidikan yang mulai memasukkan nilai ini dalam kegiatan pembinaan karakter.
Apa bentuk implementasinya dalam kehidupan sehari-hari? Misalnya dengan membiasakan diri memulai hari dengan doa, menyempatkan waktu refleksi, menuliskan hal-hal yang disyukuri, serta menjaga komunikasi baik dengan orang terdekat.
Di mana praktik ini bisa diterapkan? Jawabannya sederhana: di mana saja. Di rumah, kantor, sekolah, hingga ruang publik, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk melatih ketenangan hati dan rasa syukur dalam interaksi keseharian.
Kapan waktu terbaik memulai? Menurut para pakar, tidak ada waktu khusus. Namun, pagi hari dianggap paling tepat karena dapat menentukan suasana sepanjang hari. Selain itu, momen menjelang tidur juga sangat baik untuk menutup hari dengan rasa syukur.
Bagaimana cara melatihnya secara konsisten? Langkah awal adalah kesadaran diri. Seseorang bisa meluangkan waktu lima menit setiap hari untuk menarik napas dalam, merenung, dan mengingat kembali kebaikan yang dialami. Praktik sederhana ini dipercaya mampu memperbaiki suasana hati secara signifikan.
Menurut mas Rr Rasa syukur bukan sekadar ucapan terima kasih, melainkan sikap batin yang harus dilatih. “Orang yang bersyukur cenderung lebih tenang, sehat secara mental, dan memiliki daya tahan lebih kuat dalam menghadapi masalah,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh agama menekankan bahwa ketenangan hati adalah anugerah yang datang ketika manusia selalu ingat kepada Sang Pencipta. Dengan berdoa, berdzikir, atau bermeditasi, seseorang dapat merasakan kedamaian batin meski menghadapi tantangan hidup.
Dari sisi kesehatan, banyak riset menyebutkan bahwa orang yang tenang dan bersyukur memiliki sistem imun lebih baik. Tekanan darah cenderung stabil, risiko penyakit jantung menurun, serta kualitas tidur meningkat.
Komunitas sosial juga berperan aktif. Misalnya, kelompok relawan dan organisasi masyarakat sering mengadakan sesi refleksi, pelatihan mindfulness, dan kegiatan berbagi sebagai cara menumbuhkan rasa syukur di tengah masyarakat.
Generasi muda pun diajak ikut serta. Sekolah dan kampus mulai mengintegrasikan program yang menekankan pentingnya self-awareness, pengelolaan emosi, dan praktik syukur harian. Hal ini diharapkan mencetak generasi yang lebih bijak menghadapi tekanan zaman modern.
Dengan berbagai pendekatan tersebut, ketenangan hati dan rasa syukur terbukti dapat menjadi penopang utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang lebih harmonis. Semua pihak, baik individu maupun komunitas, diharapkan turut berkontribusi menyebarkan nilai ini.
Akhirnya, kunci dari semua ini adalah konsistensi. Ketenangan hati dan rasa syukur bukanlah tujuan akhir, melainkan proses yang terus berjalan. Dengan membiasakan diri setiap hari, masyarakat bisa mencapai kualitas hidup yang lebih baik, sehat, dan bahagia.
Reporter : Ihwan
