MEDIA ONLINE SIDIK UTAMA.MY.ID | BERITA TERUPDATE DAN TERPERCAYA | MEDIA TV 📺 ONLINE SSC Desak KPK Audit Forensik Proyek OPV–Fregat, Soroti Dugaan Peran Broker

SSC Desak KPK Audit Forensik Proyek OPV–Fregat, Soroti Dugaan Peran Broker


JAKARTA || Sidikutama.my.id - Siasat Strategis Center (SSC) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan audit forensik terhadap proyek pengadaan kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) dan tender Fregat TNI Angkatan Laut. SSC menilai dua proyek strategis tersebut menyimpan sejumlah kejanggalan yang tidak boleh diabaikan.

Desakan ini disampaikan melalui sebuah video berdurasi 4 menit 56 detik yang saat ini beredar di berbagai platform media sosial. Dalam video tersebut, analis kebijakan pertahanan SSC, Paijo Parikesit, menyampaikan kritik tajam terkait manajemen pengadaan Alutsista nasional.

Menurut Paijo, pola berulang yang melibatkan perantara atau broker dalam pengadaan strategis telah menimbulkan kekhawatiran serius. Ia menyebut peran perantara non-teknis berpotensi menggeser orientasi proyek dari kepentingan pertahanan menjadi kepentingan dagang.

Dalam keterangannya, Paijo menyoroti satu nama yang dianggap konsisten muncul dalam dua pengadaan besar: Jimmy Wijaya. Ia menilai kemunculan nama tersebut dalam dua periode proyek berbeda layak menjadi perhatian khusus KPK.

SSC mencatat bahwa dalam tender Fregat 2020, sejumlah laporan investigatif telah mengaitkan peran seorang broker dalam mengatur jalur komunikasi antara vendor asing dan pemerintah. Temuan ini, menurut Paijo, tidak boleh dianggap sepele.

Pola serupa juga disebut muncul pada proyek OPV 2023–2024. Dua kapal bernilai total Rp 2,16 triliun ini sempat mengalami kemacetan progres hingga berada di angka 35 persen pada Maret 2023, sebelum akhirnya diluncurkan pada September 2024.

Paijo menilai keterlambatan tersebut menciptakan pertanyaan mengenai tata kelola proyek. Ia menyebut ada indikasi bahwa progres fisik tidak selaras dengan pencairan termin pembayaran.

SSC memperingatkan bahwa jeda pembangunan selama hampir empat tahun berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara. Selain itu, keterlambatan peluncuran kapal membuat operasional patroli laut Indonesia tertunda.

Untuk mengukur risiko kerugian, SSC melakukan simulasi perhitungan biaya modal. Dengan asumsi biaya modal konservatif 8 persen, kerugian akibat keterlambatan proyek OPV diperkirakan mencapai Rp 173,1 miliar.

Jika menggunakan asumsi biaya modal 10 persen, nilai kerugiannya meningkat hingga Rp 216,4 miliar. Angka ini belum termasuk potensi mark-up dan fee perantara yang disebut SSC sebagai risiko tambahan.

Paijo memperkirakan mark-up konservatif 5–10 persen dari nilai kontrak Rp 2,16 triliun dapat menimbulkan kerugian tambahan hingga ratusan miliar rupiah. Ia menilai pola fee broker dapat memperburuk beban keuangan negara.

Selain kerugian moneter, SSC juga menyoroti kerugian operasional. Tertundanya penggunaan kapal patroli dianggap menurunkan kesiapsiagaan dan daya tangkal pertahanan laut Indonesia.

Menanggapi temuan tersebut, SSC mendesak KPK untuk mengambil lima langkah konkret: audit forensik pembayaran OPV, penyelidikan khusus dugaan peran perantara, pembekuan pembayaran mencurigakan, blacklist pihak yang terbukti melanggar, serta transparansi kontrak strategis.

Paijo menilai langkah-langkah tersebut penting agar pengadaan Alutsista tetap berada dalam koridor kepentingan nasional dan bebas dari permainan yang merugikan negara.

Ia menutup pernyataannya dengan peringatan tegas: “Jika dugaan peran broker tidak diusut, maka KPK sedang membuka ruang bancakan di sektor pertahanan. Integritas pengadaan senjata bangsa tidak boleh dikorbankan.”

(Red)
Lebih baru Lebih lama

MEDIA ONLINE TERUPDATE DAN TERPERCAYA

BERITA TERBARU Memuat berita terbaru...